- Goresan Hati -

Dalam hidup yang penuh perjuangan, jangan kau jatuh ketika semua beban berada tepat di pundakmu.

Kamis, 19 September 2013

Sabaaarrr :)

Sabar,
Satu kata yang sangat mudah untuk diucapkan tetapi sangat sulit untuk dijalankan (baca: untuk pemula). Bagi aku yang pemula, sabar itu sulit. Masih butuh linangan air mata di jalan kesabaran itu dan diiringi dengan Istighfar... Astaghfirullah....
Bener-bener skripsi ini membuat aku belajar arti kata KESABARAN.... kembang kempis aku dibuatnya (pompa kali :D) Oh God. Kurang cinta apalagi aku dengan skripsi ini, tiap hari aku poles dengan kata-kata yang baru (bukan model ya) biar terlihat lebih indah. Bahkan lebih indah daripada aku. Gimana mau indah, tidur kurang, mata makin hitam, kepala cenut-cenut, and bla.bla.bla.

Tiap hari berdoa itu dan itu. Meminta kelancaran dalam penyelesaiannya. Ehh,, ketika lancar jalanan g macet, semangat 45 kali 2 g taunyaaaa..... Modem abis pulsa. Oke! kita beli pulsa dan langsung daftar paket 1 bulan. hahhaa (sombong #plaaak......). Inet lancar, bahan oke, semangat sippp waktunya tempurrrr. Dirasa amunisi udah top lengkapnya, kalo kata Demian itu "SEMPURNA". Satu tarikan nafas untuk mengetikan surat cinta untuk skripsi tersayang, Jebreeeeet! MATI LAMPU... Kebayaaaang g apa yang terjadi? Ini bentuknya memang laptop, tapi dalemnya komputer. sudah deeeeh, off seketika tuh laptop. Untung belum innalillah. ckckckck, nasiiiib mahasiswa tingkat akhir! Semangat udah kendorr tuh. Balik badan liat kasur, bantal sama guling yang begitu empuk. Memanggil namaku, mengelus-ngelus mataku, ohh.... begitu aku terbuai dalam kegelapan (karena mati lampu), yasudah... tanpa dosa aku tinggalkan lah skripsiku.

Dalam tidur, aku bermimpi.
"Rissa, bangun. Aku belum selesai dipoles. Listrik udah hidup, laptop udah sehat.... Mau sampe kapan aku diasingkan difolder "Skripsi Rissa"?"
Masyaallah.... Bahkan dalam mimpi pun, yang ada hanya skripsi!. Sesuatu banget kalo kata teteh Syarhrini. Ogah-ogahan aku buka mata, ternyata masih gelap (padahal lampu memang sudah dipadamkan mama karena dikira anaknya udah tidur, soalnya udah jam 00.00) hahaha, lanjut... aja aku tidur lagi!

Besoknya, g lain g bukan... ya skripsi lagi. You're my everything... Berharap, berdoa dan berusaha. Bulan ini kelar. Aamiin. Allah menyanyangi orang-orang yang mau bekerja keras. Ngos-ngosan aku dibuatnya. Siang malam pagi sore sampe begadang (dikata rumah makan padang) hahaha.... Aku usaha nyenengin hati sendiri, Insyallah hari ini selesai. Walaupun nyatanya g. Ya Allah, jadikanlah aku hamba-Mu yang pandai bersyukur dan sabar. Aamiin.
Stop sampe dibulan ini jalan ditempat dengan pembahasan Stabilitas, I'll kill you! hahaha... Semangat dari sana sini sudah disuntikkan ke tubuh aku, jadi.... Let's Fight! Keep Hamasah.. :)

Senin, 29 April 2013

Salahku atau Takdirku- Part 2 (1)

Aku adalah seorang gadis yang terlahir di keluarga yang bisa dikatakan tidak bahagia. Tapi selalu saja, aku bahagia dengan keadaan ini. Tahun ini, umurku 35 tahun. Statusku belum menikah, yah aku masih perawan. orang tuaku berpisah, tapi tidak pernah bercerai. Entahlah, aku bingung! Sudah bertahun-tahun bapakku meninggalkan rumah. Hanya sesekali saja datang ketika hari-hari besar dan emak sedang tidak di rumah. Emak tidak bekerja, bapakku petani. Bapaklah yang menghidupi kami, anak dan juga istrinya. Uang hasilnya bertani diberikan untuk kami sekolah. Namun sayang, aku dan kakak-kakakku harus putus sekolah. Sekolah Dasar pun kami tidak tamat. Miris memang... Di saat Indonesia telah dikatakan merdeka, tapi ada saja rakyatnya yang belum merdeka.
Aku anak ke 3 dari 7 bersaudara. anak tertua perempuan dan kedua laki-laki. Emak dan bapak tidak pernah mengajarkan kami pengetahuan agama. Kami hampir dikatakan buta agama. Namun, aku berusaha keras untuk belajar agama. Walau masih setengah-setengah, aku rasa lebih baik daripada tidak sama sekali. Aku meminjam buku tuntunan sholat dari tetangga. Terkadang pula, emak dikasih buku-buku agama dan alat sholat dari tetangga. Perekonomian keluarga semakin memburuk. Emak mulai menawarkan jasanya dari mencuci, mengosok dan memasak. Kakak laki-lakiku ikut bapak ke ladang. Aku dan kakak perempuanku berdagang jajanan secara keliling. Namun entah apa yang membisikki pikiran kakak laki-lakiku, sebulan kemudia ia  kabur dari ladang. Ia mulai mabuk-mabukkan. Tapi ia tidak menggunakan narkoba. Sedih. aku semakin sedih melihat semua keadaan yang semakin kacau. Bapak semakin kurus dan menua. Emak semakin kusut saja. Tapi, kakak perempuanku masih saja bisa tersenyum. kakak perempuanku bertekad, akan membiayai adik-adik kami sekolah hingga Sekolah Menengah. Yah, jangan sampai mereka merasakan susah dan payahnya semua ini seperti kami. Mulai saat itu, semangat aku bangkit dan tidak mau bersedih lagi.
Ketika itu, umur kakak tertuaku 17 tahun dan aku 12 tahun. Kakak perempuanku pergi menjadi pembantu rumah tangga di ibu kota daerah tempat tinggalku. Tersisa aku dan emak. Aku tidak bisa mengandalkan kakak laki-lakiku. 1 tahun setelah ia mabuk-mabukan, ia menjadi buronan polisi. Saat itu, ia berumur 15 tahun. Umur yang masih sangat berpotensi menjadi orang yang lebih bermanfaat dan baik. Ia terlibat pencurian emas di kantor pegadaian. Rumah kami di datangi polisi dan digeledah untuk mencari barang bukti dan tersangka. Aku, emak dan adik-adikku hanya bisa menangis dipelukkan emak. "Anak saya tidak ada di rumah pak, kalau pun ia pulang saya sendiri yang akan membawanya ke penjara...." Isak tangis emak tidak bisa disembunyikannya lagi. Aku marah dengan kakak, begitu marah. Tapi, emak tetap saja sabar menjalani garis hidupnya. Tak terlihat wajah marah, hanya wajah tua yang begitu layu.

Pagi hari setelah kejadiaan pegrebekkan di rumah, aku tidak bisa hanya berdagang jajanan. Aku akan mengikuti jejak kakak perempuanku, aku akan jadi pembantu. "Mak, emak di rumah saja jaga adik-adik. aku sudah besar, umurku sudah 12 tahun. Emak ajarkan pada mereka agar tidak seperti kakak. Aku yang akan menggantikan pekerjaan emak di rumah Wak Ijah dan Mak Minah. Emak berjualan jajanan saja, tapi di rumah. Adik-adik lebih membutuhkan emak daripada aku." Saat itu emak tak kuasa menahan air mata, ia memeluk tubuhku dengan erat. Adik-adikku berumur 8, 7 dan 4 tahun masih melanjutkan sekolah, sedangkan adik bungsuku masih berumur 1 tahun.
Setahun bekerja menjadi pembantu, aku dan kakak meminjam uang kepada majikan untuk merenovasi rumah kami yang telah reyot. Sedikit demi sedikit rumah kami sudah lebih baik. Emak dan adik-adik sudah tidak kehujanan dan kepanasan lagi. Aku dan kakak bisa lebih tenang bekerja meninggalkan mereka di rumah.

Sekarang kakak ku bekerja di Pulau Jawa. Ia menjadi seorang buruh kerja di Perusahaan Roti, sehingga kakak perempuanku jarang pulang, mungkin 1 kali dalam setahun. Aku sudah tidak bekerja di tempat Wak Ijah dan Mak Minah. Aku bekerja dimana kakak perempuan ku dulu bekerja. Kata lainnya, aku menggantikannya bekerja di rumah majikannya. Aku pulang 1 kali dalam 2 bulan. Tempat aku bekerja tidak begitu jauh, hanya 1 kali naik bus umum sudah bisa sampai di terminal kampung halamanku. Namun, ongkos yang begitu mahal tidak memungkinkan aku pulang setiap saat. "Mbak Yun, ada telepon dari emakn di kampung", begitu teriak anak tertua majikan ku.
"Ya, ada apa mak? Kok telepon Yuni malam-malam begini?", kata ku.
Lama emak terdiam. "Yuni apa kabar di sana nak?", jawab emak.
"Yuni, sehat mak. Emak dan adik-adik bagaimana kabarnya?", tanyaku.
"Emak baik, Yun. Yun, kenapa belum tidur malam-malam begini? Banyak pekerjaan yang belum selesai yah? Maaf emak mengganggu Yuni, emak rindu", jawab emak sambil menahan tangis.
"Seharusnya, Yuni yang bertanya. Kenapa emak belum tidur? Emak tidak mengganggu, Yuni senang emak telepon. Yuni juga rindu sama emak", balas ku yang sudah tidak sadar meneteskan airmata.
"Yun, besok pulang ya nak...", tiba-tiba ibu terisak-isak menangis.
"Ada apa, mak? Kenapa emak menangis?", aku mulai gelisah.
"Kakakmu, nak. Kakak perempuanmu meninggal. Ternyata sudah 1 tahun ini kakakmu terserang kanker paru-paru".
Aku tak bisa berkata apa-apa. Aku terduduk dan menangis. Aku menutup telepon dan bergegas mengemasi pakaianku. Malam itu, malam yang begitu mencekam bagiku. Kakakku, semangatku telah tiada. Aku harus pulang, aku tidak mau tidak melihat wajahnya untuk yang terakhir kali. Aku tidak mau!

                                              (Bersambung)

Sabtu, 16 Maret 2013

Berteman Pilu

Malam kian menghimpit terang ke peraduan
Senjanya kini tak lagi menawan
Duhai sayang kakanda sayang,
Bila pun tiba masa kejayaan
Pulang berdarah dan lelah guratan

Sayang,
Rona cinta dan pertemanan, pergi
Senjata tegak mengudara di bumi diri
Berhela kesakitan berperan kurcaci
Mengemis hujan menyemarakkan benci

Pedih,
Ketika tanah masih merah, kau gali
Berulang, tertimbun batu dan ranting
Bercerita, berteman syahdu indahnya alam
Menenggelamkan daku dalam samudera kelam

Berteman pilu memalsukan sandiwara
Kau dan daku, satu raga
Menipu...
Sorot dendam mengelegak membakar amarah
Berteman pilu, kau dan daku