- Goresan Hati -

Dalam hidup yang penuh perjuangan, jangan kau jatuh ketika semua beban berada tepat di pundakmu.

Sabtu, 26 November 2011

PRODUKSI BIOETANOL PATI GANYONG (Canna edulis Ker.) MENGGUNAKAN HIDROLISIS ASAM DAN FERMENTASI

I.       PENDAHULUAN  

A.    Latar Belakang

Menipisnya cadangan bahan bakar fosil dan meningkatnya populasi manusia sangat kontradiktif dengan kebutuhan energi bagi kelangsungan hidup manusia beserta aktivitas ekonomi dan sosialnya. Sejak lima tahun terakhir, Indonesia mengalami penurunan produksi minyak nasional akibat menurunnya cadangan minyak pada sumur-sumur produksi secara alamiah, padahal dengan pertambahan jumlah penduduk, meningkat pula kebutuhan akan sarana transportasi dan aktivitas industri. Hal ini berakibat pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Pemerintah masih mengimpor sebagian BBM untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Assegaf, 2009).
Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM (Prihandana, 2007). Kebijakan tersebut telah menetapkan sumber daya yang dapat diperbaharui seperti bahan bakar nabati sebagai alternatif pengganti BBM. Bahan bakar berbasis nabati diharapkan dapat mengurangi terjadinya kelangkaan BBM, sehingga kebutuhan akan bahan bakar dapat terpenuhi. Bahan bakar berbasis nabati juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan, sehingga lebih ramah lingkungan.
Bahan bakar berbasis nabati salah satu contohnya adalah bioetanol. Bioetanol dapat dibuat dari sumber daya hayati yang melimpah di Indonesia. Bioetanol dibuat dari bahan-bahan bergula atau berpati seperti singkong atau ubi kayu, tebu, nira, sorgum, nira nipah, ubi jalar, ganyong dan lain-lain. Hampir semua tanaman yang disebutkan diatas merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi, karena mudah ditemukan dan beberapa tanaman tersebut digunakan sebagai bahan pangan (Wijayanti, 2008).
Ganyong merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat, antara lain: umbi mudanya untuk sayuran, umbi tuanya dapat diperas patinya untuk dibuat tepung, sedangkan daun dan tangkainya dapat digunakan untuk pakan ternak (Rukmana, 2000). Umbi ganyong mengandung karbohidrat yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk produksi glukosa dan fermentasi etanol. Hidrolisis pati dapat dilakukan dengan katalis asam, kombinasi asam dan enzim, serta kombinasi enzim dan enzim (Judoamidjojo et al., 1992). Pati ganyong memiliki kadar karbohidrat 80% dan kadar air 18%. Pati ganyong memiliki warna putih kecoklatan dan tekstur halus. Kadar pati yang tinggi menunjukkan bahwa pati ganyong dapat dijadikan bahan baku untuk pembuatan sirup glukosa (Wulansari, 2004)
Umbi ganyong menjadi suatu produk yang lebih bernilai jual yaitu sebagai bahan baku pembuatan etanol, meskipun dalam skala kecil. Umbi ganyong digunakan dalam proses fermentasi alkohol karena memiliki karbohidrat sebesar 22,60 gram dalam 100 gram ganyong (Lingga, 1986), sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan alkohol. Untuk meningkatkan pertumbuhan dan mempertahankan kelangsungan hidup mikroba digunakan ammonium sulfat sebagai nutrisi. Tepung ganyong mampu menghasilkan etanol dengan adanya Aspergilus niger dan Zymomonas mobilis. Kadar alkohol yang dihasilkan sebesar 0,9979 % selama 72 jam. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu diadakan penelitian tentang penetapan etanol hasil fermentasi Saccharomyces cerevisiae dengan substrat umbi ganyong (Canna edulis Ker.).
Bioetanol merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat (pati) menggunakan bantuan mikroorganisme (Anonim, 2007). Produksi bioetanol dari tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) dengan beberapa metode diantaranya dengan hidrolisis asam dan secara enzimatis. Metode hidrolisis secara enzimatis lebih sering digunakan karena lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan katalis asam. Glukosa yang diperoleh selanjutnya dilakukan proses fermentasi atau peragian dengan menambahkan yeast atau ragi sehingga diperoleh bioetanol sebagai sumber energi.
  
B.     Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas dapat dirumuskan perumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah prospek produksi pati ganyong (Canna edulis Ker.) sebagai sumber bioetanol menggunakan metode hidrolisis asam dan fermentasi?
2.      Mampukah pati ganyong menjadi alternatif bahan bakar yang menurangi emisi hasil bahan bakar (bensin) dan diperbaharui sehingga disukai semua konsumen?

C.    Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk:
1.      Mengetahui potensi pati ganyong sebagai sumber bioetanol menggunakan metode hidrolisis asam dan fermentasi.
2.      Membantu mengatasi masalah kekurangan bahan bakar fosil khususnya masalah emisi hasil bahan bakar (bensin) dan diperbaharui, dengan adanya bioetanol pati ganyong dapat mengurangi emisi bahan bakar (bensin) dan dapat diperbaharui.

D.    Manfaat Penulisan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan memberi referensi bahwa pati ganyong dapat digunakan sebagai sumber bioetanol menggunakan metode hidrolisis asam dan fermentasi. Disamping itu, diharapkan kepada pelaku teknologi hasil pertanian untuk dapat membantu mengatasi masalah kekurangan bahan bakar yang dapat mengurangi emisi bahan bakar (bensin) dan dapat diperbaharui.


II.    TINJAUAN PUSTAKA 


A.    Ganyong (Canna edulis Ker.)

Tanaman ganyong berasal dari Amerika Selatan, masyarakat daerah ini telah mengenal tanaman ganyong sejak 2500 SM, dan telah memanfaatkannya sebagai bahan makanan. Sekarang tanaman ganyong telah menyebar luas di Asia, Afrika, Pasifik, dan Australia. Queensland (Australia, tanaman ganyong telah diusahakan secara besar-besaran untuk diambil patinya). Pembuatan tepung ini telah diusahakan di pabrik, dan tepungnya disebut “Queensland arrowroot. Ganyong dimasukkan dalam golongan tanaman umbi-umbian ganyong ditanam umumnya hanya untuk diambil umbinya yang kaya akan karbohidrat. Umbi disini sebenarnya adalah rhizoma yang tinggi dalam tanah (Lingga, dkk. 1986).
Di Indonesia ganyong (Canna edulis Ker.) merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat, antara lain umbi mudanya untuk sayuran, umbi tuanya dapat diekstrak patinya untuk dibuat tepung, sedangkan daun dan tangkainya digunakan untuk pakan ternak (Rukmana, 2000). Umbi ganyong mengandung karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan dasar untuk produksi glukosa dan fermentasi etanol. Hidrolisis pati dapat dilakukan dengan katalis asam, kombinasi asam dan enzim, serta kombinasi enzim dan enzim (Judoamidjoj, dkk., 1992).
Kandungan karbohidrat umbi ganyong lebih tinggi daripada kentang, karena dalam ganyong tersebut terdapat pati yang merupakan cadangan makanan utama pada tanaman. Senyawa ini sebenarnya campuran dua polisakarida: (1) amilosa, molekul amilosa ini terdiri dari 70 hingga 350 unit glukosa. Kira-kira 20% dari pati adalah amilosa; (2) Amilopektin, molekul ini terdiri dari 70 hingga 100.000 unit glukosa. Menurut Wulansari (2004) dan Putri dan Sukandar (2008) bahwa pati ganyong memiliki karbohidrat yang didominasi pati dengan kadar 80% dan kadar air 18%. Pati ganyong memiliki warna putih kecokelatan dan tekstur halus. Kadar pati ganyong yang tinggi menunjukkan pati tersebut dapat dijadikan bahan baku melalui proses hidrolisis untuk pembuatan sirup berkadar glukosa tinggi menunjukkan bahwa pati ganyong berpotensi sebagai bahan baku untuk bioetanol melalui fermentasi glukosa atau isomernya. Jenis asam dan konsentrasi asam tidak berpengaruh signifikan terhadap gula pereduksi yang dihasilkan pada hidrolisis pati ganyong, hidrolisis optimum didapat dengan HNO3 7%. Kadar glukosa pada fermentasi mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan secara positif. Fermentasi dengan kadar glukosa hasil hidrolisis sebesar 4,81% menghasilkan etanol 4,84%, sedangkan dengan kadar 14%, etanol yang dihasilkan meningkat menjadi 8,6%. 

B.     Fermentasi

Proses fermentasi sering didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara aerobik, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi terutama adalah karbohidrat, sedangkan asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu (Fardiaz, 1992). Prinsip dasar fermentasi adalah mengaktifkan kegiatan mikroba tertentu dengan tujuan mengubah sifat bahan agar dihasilkan suatu yang bermanfaat (Widayati dan Widalestari, 1996). Perubahan tersebut karena dalam proses fermentasi jumlah mikroba diperbanyak dan digiatkan metabolismenya didalam bahan tersebut dalam batas tertentu (Santoso, 1989).
Menurut Judoamidjojo, dkk. (1992), menyatakan bahwa beberapa langkah utama yang diperlukan dalam melakukan suatu proses fermentasi diantaranya adalah:
a.       Seleksi mikroba atau enzim yang sesuai dengan tujuan.
b.   Seleksi media sesuai dengan tujuan.
c. Sterilisasi semua bagian penting untuk mencegah kontaminasi oleh   mikroba yang tidak dikehendaki.
Desrosier (1988), berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses fermentasi yaitu antara lain:
1). pH
Mikrobia tertentu dapat tumbuh pada kisaran pH yang sesuai untuk pertumbuhan. pH mempengaruhi pertumbuhan khamir dan produk yang dihasilkan. Khamir yang digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae tumbuh atau berkembang biak dalam pH 3–6 (Judoamidjojo, 1992).
2). Suhu
Suhu yang digunakan selama fermentasi akan mempengaruhi mikrobia yang perperan dalam proses fermentasi. Suhu optimum 25-30ºC.
3). Oksigen
Pengaturan udara akan mempengaruhi populasi mikrobia dalam substrat.
4). Substrat
Mikrobia memerlukan substrat yang mengandung nutrisi sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhannya. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan tersebut. Sebagai contoh misalnya buah atau sari buah dapat menghasilkan rasa dan bau alkohol, ketela pohon dan ketan dapat berbau alkohol atau asam (tape), susu menjadi asam dan lain-lainnya (Fardiaz, dkk. 1984).
Fermentasi gula oleh ragi misalnya Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces ellipsoideus dapat menghasilkan etil alkohol (etanol) dan CO2vmelalui reaksi sebagai berikut :
C6H12O6              2C2H5OH + 2CO2 (Fardiaz. 1992).
Ruang lingkup fermentasi sebenarnya tidak terbatas pada penghasil produk-produk minuman. Stanbury dan Whittaker (1985), membagi ruang lingkup fermentasi menjadi 4 kelompok utama yaitu:
1). Produksi sel (Biomassa): khamir baker’s yeast, protein sel tunggal (PST).
2). Produksi enzim: amilase, protease, laktase.
3). Produksi metabolit:
(a). metabolit primer: etanol, asam sitrat, aseton.
(b). metabolit sekunder: penisillin, giberilin, aflatoksin.
4). Proses Transformasi: transformasi etanol menjadi asam sitrat sebagai produk proses fermentasi. Etanol dapat dihasilkan dari beberapa bahan dasar yang mengandung senyawa karbohidrat.

C.    Bioetanol

Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme (Anonim, 2007). Bioetanol dapat
juga diartikan juga sebagai bahan kimia yang diproduksi dari bahan pangan yang mangandung pati, seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan sagu. Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium (Khairani, 2007).
Bahan baku pembuatan bioetanol ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Bahan sukrosa
Bahan-bahan yang termasuk dalam kelompok ini antara lain nira, tebu, nira nipati, nira sargum manis, nira kelapa, nira aren, dan sari buah mete.
b.    Bahan berpati
Bahan-bahan yang termasuk kelompok ini adalah bahan-bahan yang mengandung pati atau karbohidrat. Bahan - bahan tersbut antara lain tepung-tepung ubi ganyong, sorgum biji, jagung, cantel, sagu, ubi kayu, ubi jalar, dan lain - lain.
c. Bahan berselulosa (lignoselulosa )
Bahan berselulosa (lignoselulosa) artinya adalah bahan tanaman yang mengandung selulosa (serat), antara lain kayu, jerami, batang pisang, dan lain-lain.
Berdasarkan ketiga jenis bahan baku tersebut, bahan berselulosa merupakan bahan yang jarang digunakan dan cukup sulit untuk dilakukan. Hal ini karena adanya lignin yang sulit dicerna sehingga proses pembentukan glukosa menjadi lebih sulit (Khairani, 2007). Bioetanol secara umum dapat digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran bahan bakar untuk kendaraan. Secara lebih spesifik bioetanol adalah cairan yang dihasilkan melalui proses fermentasi gula dari penguraian sumber karbohidrat dengan bantuan mikroorganisme (Anonim, 2007). Bioetanol dapat juga diartikan sebagai bahan kimia yang memiliki ada sifat kesamaan dengan minyak premium, karena terdapatnya unsur – unsur seperti karbon (C) dan hidrogen (H). (Khairani, 2007). Grade bioetanol harus berbeda sesuai dengan pengunaanya. Bioetanol yang menpunyai grade 90% - 96,5% volume digunakan pada industri, grade 96% - 99,5% digunakan dalam campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Besarnya grade bioetanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan harus betul–betul kering dan anhydrous supaya tidak menyebabkan korosi, sehingga bioetanol harus mempunyai grade sebesar 99,5% - 100% (Khairani, 2007). 

D.    Khamir (Saccharomyces cerevisiae)

Khamir adalah mikroorganisme bersel tunggal dan ukurnnya antara 5–20 mikron, biasanya 5–10 kali lebih besar dari bakteri. Terdapat bermacam-macam bentuk khamir tergantung pada cara pembelahan selnya. Khamir tidak memiliki struktur tambahan dibagian luarnya. Beberapa jenis khamir dapat membentuk kapsul yang diproduksi oleh bakteri tetapi tidak dihasilkan oleh khamir (Volk dan Wheller, 1993). Ada yang berbentuk Silindris, memanjang, atau berbentuk bola (Volk dan Wheller, 1993).
Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang termasuk dalam kelas Hemiascomycetes, ordo Endomycetales, famili Saccharomycetaceae, Sub famili Saccharoycoideae, dan genus Saccharomyces (Frazier dan Westhoff, 1978). Saccharomyces cerevisiae merupakan organisme uniseluler yang bersifat makhluk mikroskopis dan disebut sebagai jasad sakarolitik, yaitu menggunakan gula sebagai sumber karbon untuk metabolisme (Alexopoulus dan Mims, 1979). Saccharomyces cerevisiae mampu menggunakan sejumlah gula, diantaranya sukrosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, mannosa, maltosa dan maltotriosa (Lewis dan Young, 1990).
Fermentasi pada pati ganyong menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae yang merupakan mikroorganisme yang paling banyak digunakan pada fermentasi alkohol karena dapat berproduksi tinggi, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan aktivitasnya pada suhu 4 – 32oC (Kartika et.al.,1992).

E.       Hidrolisis Pati

Pati adalah salah satu jenis polisakarida yang amat luas tersebar di alam. Pati disimpan oleh tanaman sebagai cadangan makanan di dalam biji buah maupun di dalam umbi batang dan umbi akar. Pati merupakan polimer dari glukosa atau maltosa. Unit terkecil dari rantai pati adalah glukosa yang merupakan hasil fotosintesis di dalam bagian tubuh tumbuh-tumbuhan yang mengandung klorofil. Pati tersusun atas ikatan a-Dglikosida. Molekul glukosa pada pati dan selulosa hanya berbeda dalam bentuk ikatannya, a dan b, namun sifat-sifat kimia kedua senyawa ini sangat jauh berbeda (Trifosa, 2007).
Proses hidrolisis pati yaitu pengubahan molekul pati menjadi monomernya atau unit-unit penyususnya seperti glukosa. Hidrolisis pati dapat dilakukan dengan bantuan asam atau enzim pada suhu, pH, dan waktu reaksi tertentu. Pemotongan rantai pati oleh asam lebih tidak teratur dibandingkan dengan hasil pemotongan rantai pati oleh enzim. Hasil pemotongan oleh asam adalah campuran dekstrin, maltosa dan glukosa, sementara enzim bekerja secara spesifik sehingga hasil hidrolisis dapat dikendalikan (Trifosa, 2007). Enzim yang dapat digunakan dalam proses hidrolisis pati adalah amilase. Enzim amilase merupakan endoenzim yang menghidrolisis ikatan a- 1,4- glukosida secara spesifik.
    
METODE PENULISAN


Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode deskripsi. Data yang diambil dalam penulisan ini adalah data sekunder. Sumber data diperoleh secara tidak langsung, yaitu dari data artikel ilmiah, serta internet yang mendukung judul. Perlakuan studi literatur yang berhubungan dengan masalah terhadap bioetanol yang beredar di pasaran, konsumen dan produsen penghasil pati ganyong.

GAGASAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai kondisi kekinian pencetus gagasan, teknologi penyelesaian masalah yang telah dilakukan yang dituliskan secara lengkap dalam sub-bab analisis. Sintesis akan menguraikan tentang langkah-langkah strategis yang ditawarkan penulis terhadap permasalahan yang diungkapkan serta  pihak-pihak yang dapat membantu mengimplementasikan gagasan penulis tersebut.

Analisis

Pada umumnya penanaman ganyong masih bersifat sambilan di lahan pekarangan baik secara tumpang sari atau sebagai tanaman sela. Tanaman ganyong tersebar di berbagai negara terutama di daerah Asia, Australia, Afrika, Polinesia dan sebagainya. Kandungan protein dan lemak pati ganyong merah lebih tinggi dari ganyong putih sedangkan kandungan pati dan amilosanya lebih rendah dari ganyong putih. Kandungan vitamin C pati ganyong merah lebih tinggi dari ganyong putih sedangkan fosfornya lebih rendah dari ganyong putih.
Kandungan karbohidrat yang lebih tinggi daripada jagung dan tebu  (Wulansari, 2008) yaitu sebesar 80% merupakan alasan yang cocok menjadikan pati ganyong sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Bioetanol sendiri yang ada sekarang biasanya terbuat dari bahan bakar fosil yang harganya semakin meningkat, kurang ramah lingkungan dan termasuk sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Oleh karena itu, diperlukan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan dan sifatnya yang terbarukan. Bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan yang memiliki keunggulan karena mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18%, dibandingkan dengan emisi bahan bakar fosil seperti minyak tanah (Anonim, 2007).
  
Sintesis

Proses pembuatan bioetanol melalui beberapa tahap yaitu isolasi pati, hidrolisis asam, fermentasi atau perubahan glukosa menjadi etanol atau bioetanol, dan destilasi bioetanol (Musanif, 2008).
1.      Isolasi pati ganyong
Sebanyak 3 g pati ganyong dilarutkan dengan etanol 95% pada suhu 40oC, kemudian disaring dengan kertas saring dan dioven pada suhu 80oC. Sampel yang telah dioven ditimbang sebanyak 0,1 g dan dilarutkan dalam 5 mL DMSO (dimetil sulfoksida). Sampel diletakkan di atas penangas air mendidih (suhu 80oC) selama 20 menit sambil sesekali divortex, didinginkan dalam ruangan dan disentrifus selama 20 menit, kemudian diambil supernatannya. Endapan yang tersisa ditambah lagi dengan 5 mL DMSO dan disentrifus kembali (proses diulang hingga tiga kali). Supernatan yang diperoleh di kumpulkan dalam gelas ukur 50 mL, diencerkan 10 kali kemudian divortex dan diuji kadar gula totalnya dengan metode Anthrone (AOAC, 1984).
2.      Hidrolisis asam
Pati umbi ganyong dihidrolisis dengan HNO3, HCl dan H2SO4 masing-masing pada konsentrasi 3%, 4%, 5%, 6%, dan 7%. Hasil hidrolisis (gula pereduksi) dianalisis dengan metode Nelson Somogyi. Pada 45 buah erlenmeyer masing-masing berisi 7 g pati ganyong yang telah dilarutkan dalam 100 mL aquades, masing-masing
ditambah dengan HNO3, HCl dan H2SO4 pada konsentrasi 3%, 4%, 5%, 6%, dan 7% (v/v) hingga mencapai pH 1-2 (Tjokroadikoesoemo, 1986), kemudian disterilisasi dengan autoklaf selama 1 jam pada suhu 120oC. Setelah didinginkan dan netralisasi dengan Na2CO3 10%, dilakukan pengukuran gula pereduksi. Setelah didapat sampel dengan nilai gula reduksi tertinggi, selanjutnya dianalisis kandungan gula total dan DE (dextrose eqivalent) dengan metode gula total Antrhone.
3.      Fermentasi glukosa menjadi bioetanol
Kadar gula pereduksi tertinggi yang dihasilkan dari proses hidrolisis dipilih untuk selanjutnya difermentasi dengan S. cerevisiae. Selama proses fermentasi dilakukan kontrol pH setiap 12 jam (tetap pada pH 1-2). Untuk mengetahui pengaruh gula pereduksi terhadap kadar etanol yang dihasilkan dibuat media fermentasi dengan kadar glukosa 14%. Sisa gula pereduksi, kadar etanol, dan pH dianalisis setiap 12 jam sekali. Khamir Saccharomyces cerevisiae ditumbuhkan pada agar miring PDA dan diinkubasi selama 1 hari. Sebanyak 3 ose isolat khamir berumur 1 hari ditanam dalam 30 mL media PDB, kemudian diinkubasikan pada suhu kamar dan diagitasi pada 120 rpm. Untuk mengetahui kurva pertumbuhan khamir setiap 4 jam sekali jumlah sel khamir dihitung menggunakan spektrofotometer. Perhitungan jumlah koloni khamir dilakukan menggunakan metode plate count. Sebanyak 10% (v/v, mL) isolat khamir S. cerevisiae dalam PDB dimasukkan ke dalam media fermentasi (menggunakan Erlenmeyer), lalu ditambahkan 1% (v/v) pepton, dan 4% (v/v) amonium sulfat sebagai nutrisi. Media fermentasi pada percobaan ini dibagi menjadi 3 perlakuan: (A) Media fermentasi dengan kadar gula pereduksi hasil hidrolisis terbaik; (B) Media fermentasi dengan kadar gula pereduksi hasil hidrolisis terbaik dengan pengontrolan pH setiap 12 jam sekali; (C) Media fermentasi dengan kadar gula 14% (b/v) sebagai pembanding. Selanjutnya Erlemeyer ditutup rapat dan diinkubasi pada suhu kamar selama 48 jam, kemudian dilakukan pengukuran pH, gula reduksi sesudah fermentasi, dan analisis etanol setiap 12 jam (Putri, dkk., 2008)
4.      Destilasi Bioetanol
Bioetanol hasil proses fermentasi dipisahkan dengan cara disaring, kemudian filtrat didestilasi sehingga dapat dihasilkan bioetanol yang bebas dari kontaminan atau pengotor yang terbentuk selama proses fermentasi. Bioetanol yang dihasilkan dari destilasi pertama biasanya memiliki kadar sebesar 95%. Bioetanol dengan konsentrasi 95% belum dapat dijadikan sebagai bahan bakar. Menurut Nurdyastuti (2008), bioetanol yang digunakan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan harus benar-benar kering dan anhydrous supaya tidak korosif, sehingga bioetanol harus mempunyai grade sebesar 99,5 – 100% volume. Oleh karena itu, bioetanol hasil destilasi harus ditambahkan suatu bahan yang dapat menyerap atau menarik kandungan air yang masih terdapat dalam bioetanol, bahan yang sering digunakan diantaranya yaitu, CaCO3, dan zeolit atau dilakukan destilasi vakum, sehingga dapat dihasilkan bioetanol yang lebih murni yang dapat dijadikan sebagai bahan bakar.

Berdasarkan uraian di atas diharapkan bioetanol dapat memenuhi permintaan konsumen di pasaran yang cenderung harganya semakin meningkat, kurang ramah lingkungan dan termasuk sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Dengan adanya bahan bakar alternatif diharapkan juga akan mengurangi emisi yang dihasilkan oleh bahan bakar minyak (bensin).

KESIMPULAN DAN SARAN

A.      Kesimpulan        
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari gagasan ini adalah sebgai berikut:
1.        Pati ganyong (Canna edulis Ker.) mempunyai prospek sebagai sumber bioetanol menggunakan metode hidrolisis asam dan fermentasi.
2.        Bioetanol pati ganyong dapat bersaing dengan dengan produk bioetanol yang ada di pasaran.

B.       Saran

Aplikasi potensi bonggol pisang sebagai sumber pembuatan bioetanol perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif bioetanol.

0 Komennya...:

Posting Komentar

Arigatoo ma Friends