Aku bersikap antipati terhadap kamu. Seolah kamu seorang misterius yang telah masuk Daftar Pencarian Orang pelaku kejahatan. Aku berbuat begitu untuk kedua kalinya. Aku menyesalinya, sungguh. Belum sanggup bila aku harus mendapati kamu berbuat seperti apa yang aku minta. Entah apa yang telah merasuki diriku. Entah kenapa aku menyakiti perasaamu dengan keegoisan sikapku. Sayangku yang telah lama bertahan, telah lama aku simpan, telah lama aku menanti kini tak sanggup lagi menerima kehadiran dirimu. Dirimu yang tak bersalah, akan bertambah kecewa atas ulahku. Memang benar, kita hanya teman biasa saja. Tapi, aku tak bisa pungkiri bahwa aku telah lama menyayangimu.
Aku hanya tak ingin bermain-main lagi dengan perasaanku. Ketika aku harus mendengar suaramu, ketika aku harus melihat wajahmu, ketika aku harus mendapati pesan singkat darimu. Jarak yang kini aku buat, bukan karena aku membenci dirimu. Tapi, aku hanya ingin membatasi laju pertumbuhan rasa di hatiku semakin meningkat. Layaknya buah yang disimpan dengan penambahan karbit, akan mempercepat proses pematangan pada buah tersebut.

Aku bingung sebenarnya. Aku berusaha untuk menjauh, namun aku berusaha untuk tetap bertahan. Mungkin, kali ini kamu memang benar-benar akan menjauh dariku. Setapak demi setapak jejak langkahmu pun semakin menghilang. Banyak kata yang terucap dalam pikiran dan hatiku. Bagaimana dan apa yang saat ini aku rasakan? Tuhan, betapa aku ingin ini semua cepat berlalu..
Kamu tahu, betapa senangnya aku semalam ketika kamu masih saja tetap berusaha menghubungiku. Walau kamu harus memakai Private Number agar aku mau mengakatnya. Suaramu, hampir saja meluruhkan hatiku. Tapi, tetap saja aku harus berbuat seakan aku tak butuh kamu lagi. Membuat kamu kecewa. Dan benar, setelah telepon aku akhiri dengan sengaja kamu pun mengirimkan pesan yang berisi kata-kata ku mengakhiri telepon itu, "Sorry, sudah ngantuk mau tidur.. Assalamualaikum".
Sungguh, aku tak berniat begitu. Hatiku langsung saja menangis. Aku berusaha untuk meminta maaf kembali padamu. Namun, pesan yang aku kirimkan di malam itu tak ada jawaban satu pun darimu. Aku menanti. Hingga akhirnya aku beranikan lagi untuk mengirimkan pesan singkat itu. Leganya aku ketika kamu masih mau menjawabnya. Tapi, sungguh aku tak tahan ketika aku pun memberanikan diri untuk meminta maaf secara langsung melalui telepon, suaramu begitu acuh. Tak kalah dengan nada suaraku semalam. Aku belum sanggup untuk itu. Aku masih ingin kita bercanda dan tertawa bersama lagi. Aku tak tahu apa sebenarnya yang aku inginkan.
Teringat pesan seorang yang sangat aku sayang. Seorang yang sangat mencintaiku sejak kelahiranku didunia ini. Seorang yang telah merawat dan membesarkan aku. Beliau sepertinya, tak ingin kan bila aku mempunyai perasaan lebih padamu. Beliau setuju, bila aku hanya berteman saja. Tak ada yang salah pada sikapmu, pada dirimu. Hanya saja, ada satu alasan yang membuat beliau tak menyetujui perasaanku yang notabene itu pun mungkin tak kau kehendaki.
Aku berusaha mengubur rasa itu, sejak saat itu terucap dari mulut beliau. Hatiku gamang sesaat. Entah alasan apa yang harus aku berikan padamu tentang perihal jarak yang telah aku bangun? Sejuta tuduhan mungkin telah aku lontarkan untuk membuatmu mengerti. Alasan yang kurasa cukup tak masuk diakal. Alasan yang aku cipta agar kau pun menerima akan keputusanku. Aku hanya mencoba untuk menghapuskan rasa sayang ini sejenak. Bukan untuk memusuhimu atau membencimu. Aku hanya terisak bila ingat pesan itu. Pesan untuk tidak mempunyai perasaan lebih pada dirimu. Namun sayangnya, pesan itu datang terlambat sejak kurawat dan kupupuk rasa ini 12 tahun yang lalu.
Lantas, akan kukubur di mana?
Semua yang telah terjadi. Semua yang telah terukir. Semua hal yang berkaitan tentang dirimu. Tapi, aku harus! Jika tidak, aku akan semakin tersesat oleh perasaanku sendiri. Aku akan semakin menggila. Bantu aku menemukan akar dari rasa sayang ini. Bantu aku mencari racun untuk mematikan pertumbuhan rasa sayang ini. Bantu aku menguburkan rasa sayang ini.
Aku selalu dan selalu berusaha untuk mengacuhkan perasaan ini. Sejak dulu, sejak aku tahu kamu mencintai dia-seniorku. Sejak dulu, sejak aku tak diperbolehkan untuk menyayangimu.
"Cuaca yang tampaknya cerah, tetap saja memayungi bumi dengan mendungnya.
Dibalik arak-arakan awan, tesembunyi cahaya matahari yang semakin melemah.
Sayupnya semilir angin, membawa kepekatan mendung yang semalin menebal".
Pergilah menjauh, walau aku tak ingin. Biarkan saja kamu membenciku. Tak mau menolehkan wajahmu di saat sapaku terlantun. Biarkan saja semuanya begini, walau aku tak ingin. Serahkan saja semua pada-Nya, Allah SWT. Pencipta rasa suka dan duka. Pencipta sayang dan benci. Pencipta aku dan kamu. Mungkin nanti, ketika semua kembali pulih. Kamu tetap saja menyimpan kecewa akan sikapku, aku terima.
Aku sayang dirimu sejak saat itu, kini dan entah kapan...
0 Komennya...:
Posting Komentar
Arigatoo ma Friends